WELCOME

Be enjoy and fun....
jangan lupa coment-coment ya...!!!
Powered By Blogger

Sabtu, 30 Oktober 2010

MAKALAH HAM DAN RULE of LAW

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setelah terjadinya berbagai kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Nazi Jerman setelah Perang Dunia II, terdapat sebuah konsensus umum dalam komunitas dunia bahwa Piagam PBB tidak secara penuh mendefinisikan hak-hak yang disebutkan. Sebuah pernyataan umum yang menjelaskan hak-hak individual diperlukan. John Peters Humphrey dipanggil oleh Sekretariat Jenderal PBB untuk bekerja dalam suatu proyek dan menjadi penyusus pernyataan umum tersebut. Humphrey juga dibantu oleh Eleanor Roosevelt dari Amerika Serikat, Jacques Maritain dari Perancis, Charles Malik dari Lebanon, dan P.C. Chang dari Republik China, dan lainnya.
Proklamasi ini diratifikasi sewaktu Rapat Umum pada tanggal 10 Desember 1948 dengan hasil perhitungan suara 48 menyetujui, 0 keberatan, dan 8 abstain (semuanya adalah blok negara Soviet, Afrika Selatan, dan Arab Saudi). Walaupun peran penting dimainkan oleh John Humphrey, warga negara Kanada, Pemeritah Kanada pada awalnya abstain dalam perhitungan suara tersebut, namun akhinya menyetujui pernyataan tersebut di Rapat Umum.
Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik.
Mengingat tingkah-laku para tokoh di berbagai bidang dewasa ini, yang berkaitan dengan situasi negeri kita di bidang politik, sosial, ekonomi dan moral, maka sudah sepantasnyalah kalau kita beramai-ramai mengingatkan dan memperingatkan mereka, dan juga kita semua, bahwa tidak mungkin ada solusi (pemecahan) terhadap berbagai persoalan gawat yang sedang kita hadapi bersama, kalau fikiran dan tindakan mereka (baca : kita juga) bertentangan dengan prinsip-prinsip Deklarasi Universal HAM. Dokumen internasional ini penting, bahkan makin terus menjadi lebih penting sekarang, dalam mengurusi persoalan ummat manusia di dunia (termasuk di Indonesia). Oleh karena itu, banyak ulasan atau penelaahan, yang bisa sama-sama kita lakukan mengenai persoalan ini.

1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah yang berjudul Hak Asasi Manusia ini antara lain adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah munculnya ide tentang perumusan Hak Asasi Manusia.

2. Untuk mengetahui sejarah perjuangan Hak Asasi Manusia di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengertian, macam, dan jenis Hak Asasi Manusia yang berlaku secara umum (global).

4. Untuk mengetahui pemahaman bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia dan bentuk-bentuk pelaksanaan HAM yang ada di masyarakat.

BAB II
HAK ASASI MANUSIA
2.1 Deklarasi HAM disahkan PBB
10 Desember 1948, Deklarasi Hak Asasi Manusia disahkan oleh Majelis Umum PBB. Ide tentang hak asasi manusia yang berlaku saat ini berakar sejak era Perang Dunia II. Pembunuhan dan kerusakan dahsyat yang ditimbulkan Perang Dunia II menggugah suatu kebulatan tekad untuk membangun sebuah organisasi internasional yang sanggup meredakan krisis internasional serta menyediakan suatu forum untuk diskusi dan mediasi. Organisasi ini adalah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang telah memainkan peran utama dalam pengembangan pandangan kontemporer tentang hak asasi manusia.
Para pendiri PBB yakin bahwa pengurangan kemungkinan perang mensyaratkan adanya pencegahan atas pelanggaran besar-besaran terhadap hak-hak manusia. PBB kemudian menugaskan Komisi Hak Asasi Manusia untuk menulis sebuah pernyataan internasional tentang hak asasi manusia. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia ini diumumkan sebagai "suatu standar pencapaian yang berlaku umum untuk semua rakyat dan semua negara" . Namun, dalam pelaksanaannya, HAM malah dijadikan alat bagi negara-negara Barat untuk menekan negara-negara independen dunia di bidang politik dan ekonomi dalam rangka memperluas pengaruh imperialisme mereka. Kini banyak negara-negara yang menyuarakan agar diadakan perubahan isi Deklarasi HAM yang tidak sesuai dengan keyakinan, kebudayaan, dan adat istiadat mereka, demi mencegah penggunaan HAM untuk menekan mereka.

2.2 Sejarah Perjuangan Hak Asasi Manusia Di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut dihormatinya hak asasi manusia. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan sebagai berikut :
Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20, menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain.
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai satu bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam Pembukaannya mengamanatkan : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Undang-Undang Dasar 1945 menetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak asasi manusia.
Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara rinci ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam sidang Konstituante upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah dilakukan.
Dengan tekad melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen, maka pada Sidang Umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan Dokumen Rancangan Piagam Hak Asasi Manusia dan Hak-hak serta Kewajiban Warga Negara. Berdasarkan Keputusan Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja Panitia Ad Hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya. Namun pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan Piagam tersebut tidak dibahas karena Sidang lebih mengutamakan membahas masalah mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional setelah terjadi tragedi nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI pada tahun 1965, dan menata kembali kehidupan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mendapat tanggapan positif masyarakat menunjukkan besarnya perhatian bangsa Indonesia terhadap masalah penegakan hak asasi manusia, sehingga lebih mendorong bangsa Indonesia untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang bangsa Indonesia.
Kemajuan mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai ketika Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara secara lebih rinci.

2.3 Pengertian, Macam dan Jenis Hak Asasi Manusia
2.3.1 Pengertian Hak Asasi Manusia
HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bedakan status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya.

2.3.2 Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia

a. Hak asasi pribadi/Personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pindah tempat.
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan.
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing.

b. Hak asasi politik/Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan.
- Hak Ikut serta dalam kegiatan pemerintahan.
- Hak membuat dan mendirikan parpol/partai politik/organisasi politik lain.
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.

c. Hak asasi hukum/Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns.
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.

d. Hak asasi ekonomi/Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli.
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak.
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll.
- Hak kebebasan untuk memiliki sesuatu.
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

e. Hak asasi peradilan/Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahana dan penyelidikan di mata hukum.

f. Hak asasi sosial budaya/Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
2.4 Perkembangan Pemikiran HAM
Dibagi dalam 4 generasi, yaitu :
a. Generasi pertama berpendapat bahwa pemikiran HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Fokus pemikiran HAM generasi pertama pada bidang hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi perang dunia II, totaliterisme dan adanya keinginan Negara-negara yang baru merdeka untuk menciptakan sesuatu tertib hukum yang baru.
b. Generasi kedua pemikiran HAM tidak saja menuntut hak yuridis melainkan juga hak-hak sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jadi pemikiran HAM generasi kedua menunjukan perluasan pengertian konsep dan cakupan hak asasi manusia. Pada masa generasi kedua, hak yuridis kurang mendapat penekanan sehingga terjadi ketidakseimbangan dengan hak sosial-budaya, hak ekonomi dan hak politik.
c. Generasi ketiga sebagai reaksi pemikiran HAM generasi kedua. Generasi ketiga menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomi, sosial, budaya, politik dan hukum dalam suatu keranjang yang disebut dengan hak-hak melaksanakan pembangunan. Dalam pelaksanaannya hasil pemikiran HAM generasi ketiga juga mengalami ketidakseimbangan dimana terjadi penekanan terhadap hak ekonomi dalam arti pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama, sedangkan hak lainnya terabaikan sehingga menimbulkan banyak korban, karena banyak hak-hak rakyat lainnya yang dilanggar.
d. Generasi keempat yang mengkritik peranan negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan yang terfokus pada pembangunan ekonomi dan menimbulkan dampak negative seperti diabaikannya aspek kesejahteraan rakyat. Selain itu program pembangunan yang dijalankan tidak berdasarkan kebutuhan rakyat secara keseluruhan melainkan memenuhi kebutuhan sekelompok elit. Pemikiran HAM generasi keempat dipelopori oleh Negara-negara di kawasan Asia yang pada tahun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi manusia yang disebut Declaration of the basic Duties of Asia People and Government

2.5 Pemahaman Hak Asasi Manusia Bagi Bangsa Indonesia
Masyarakat Indonesia yang berkembang sejak masih sangat sederhana sampai modern, pada dasarnya merupakan masyarakat kekeluargaan. Masyarakat kekeluargaan telah mengenal pranata sosial yang menyangkut hak dan kewajiban warga masyarakat yang terdiri atas pranata religius yang mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dengan segala hak dan kewajibannya; pranata keluarga sebagai wadah manusia hidup bersama untuk mengembangkan keturunan dalam menjaga kelangsungan keberadaannya; pranata ekonomi yang merupakan upaya manusia untuk meningkatkan kesejahteraan; pranata pendidikan dan pengajaran untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian manusia; pranata informasi dan komunikasi untuk memperluas wawasan dan keterbukaan; pranata hukum dan keadilan untuk menjamin ketertiban dan kerukunan hidup; pranata keamanan untuk menjamin keselamatan setiap manusia. Dengan demikian substansi hak asasi manusia meliputi : hak untuk hidup; hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak mengembangkan diri; hak keadilan; hak kemerdekaan; hak berkomunikasi; hak keamanan; dan hak kesejahteraan.
Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari individu-individu yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam lingkungan yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya. Oleh karena itu tiap individu di samping mempunyai hak asasi, juga mengemban kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi individu lain, tata tertib masyarakat serta kelestarian fungsi, perbaikan tatanan dan peningkatan mutu lingkungan hidup.
Hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada perbedaan. Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, maka pengertian Hak asasi manusia adalah hak sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat dan martabat manusia.
Setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama, usia, pandangan politik, status sosial, dan bahasa serta status lain. Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri dan peranannya secara utuh. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis dan dinamis yang pelaksanaannya berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2.6 Bentuk-Bentuk Pelaksanaan HAM yang Ada di Masyarakat
Pelaksanaan hak-hak asasi di dalam kehidupan masyarakat antara lain sebagai berikut :
a. Sebagai pribadi yang berketuhanan Yang Maha Esa, kita yakin bahwa hak-hak asasi kita berasal dari Tuhan Yang Maha Esa. Yang artinya Tuhan telah menganugerahkan hak kepada setiap manusia berupa hak hidup, hak kemerdekaan dan kebebasan, serta hak memiliki sesuatu. Hingga patutlah kepada seluruh manusia saling menghormati dan menghargai atas setiap hak asasi yang ada pada setiap manusia.
b. Dalam kehidupan sehari-hari hak asasi mencakup hak untuk mendapat perlakuan yang sopan baik di tempat kerja, di lingkungan sekolah/kampus, maupun di lingkungan masyarakat pada umumnya.

c. Mengakui dan menghargai pendapat bersama yang telah dirumuskan dan disetujui dalam musyawarah walaupun secara pribadi berbeda pendapat.

d. Rakyat rela megorbanikan sebagian hak miliknya demi kepentingan umum dan sebaliknya pemerintah memberikan ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

e. Setiap masyarakat menghormati dan menghargai hak seseorang untuk dipilih dan memilih dalam pemilu.

f. Setiap masyarakat mempunyai kebebasan dalam berpendapat dan berpolitik baik dalam bentuk tulisan maupun orasi, namun yang yang dimaksud adalah kebebasan yang bertanggung jawab.

g. Dalam peradilan, sekalipun tersangka sudah terbukti dalam tindak kejahatannya, namun tetap diberlakukan asas praduga tak bersalah hal ini untuk menghargai tersangka tersebut akan haknya dalam mendapat layanan dan perlindungan hukum serta bersamaan kedudukannya dalam hukum.

h. Hak asasi tidak dapat dilaksanakan secara mutlak karena akan melanggar hak-hak asasi orang lain, sehinga hak-hak asasi dalam pelaksanaannya dibatasi dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, pada UUD 1945 dan peraturan perundangan lainnya.

RULE of LAW
Rule of Law
Penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran negara berdasar hukum (konstitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut (kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya. Berdasarkan pengertiannya, Friedman (Srijanti et. all, 2008:108) membedakan rule of law menjadi 2 (dua), yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materil (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), hal ini dapat diartikan bahwa setiap warga negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki, rule of law terkait dengan penegakan hokum yang menyangkut ukuran hukum yaitu: baik dan buruk). Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh adanya hokum saja, akan tetap lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hukum ditentukan oleh ada tidaknya keadilan yang dapat dinikmati setiap anggota masyarakat. Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh kenyataan, apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti perlakuan yang adil dan baik dari sesame warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan suatu legalisme yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa keadilan” bagi rakyat Indonesia dan juga ‘’keadilan sosial’’, sehingga diatur pada pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara. Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama keadilan sosial.

Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3);
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat1);
3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal27 ayat 1);
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 ayat 1);
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 ayat 2).

Makna Sila-Sila Pancasila

Analisis Tentang Pancasila

A. Makna Sila-Sila Pancasila
a) Arti dan Makna Sila Ketuhanan yang Maha Esa
1. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
6. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
b) Arti dan Makna Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
1. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
2. Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
3. Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
c) Arti dan Makna Sila Persatuan Indonesia
1. Nasionalisme.
2. Cinta bangsa dan tanah air.
3. Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
d) Arti dan Makna Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
1. Hakikat sila ini adalah demokrasi.
2. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama.
3. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
e) Arti dan Makna Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat.
2. Seluruh kekayaan alam dan sebagainya dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing.
3. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya.

B) Analisis Mengenai Pancasila
Pancasila sudah dipakukan di dalam UUD Negara, sebagai
dasar falsafah negara Republik Indonesia. Sampai sekarang
bangsa ini masih berdiri tegak sebagai nasion, tanpa sedikitpun
menutup mata, tanpa meremehkan berbagai tantangan dan kesulitan maupun
rintangan yang dihadapinya dari luar maupun dari dalam. Yang merupakan
masalah serius ialah bagaimana Pancasila diinterpretasi, bagaimana
pelaksanaannya dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial-budaya
bangsa. Para sejarawan dan pakar yang mendukung ORBA, tidak
tanggung-tanggung berusaha untuk mensalahtafsirkan, memutarbalikkan
makna sesungguhnya Pancasila. Untuk itu mereka merekayasa dan memulas
fakta-fakta sejarah sekitar lahirnya Pancasila. Mereka bahkan
menyalahgunakan Pancasila untuk memberangus hak-hak demokrasi dan
menginjak-injak HAM. Pancasila mereka gunakan untuk membenarkan
penyerobotan kekuasaan negara dari tangan penggali Pancasila itu sendiri.
Jalan terbaik dalam memahami makna dan tujuan Pancasila, adalah
memulainya dengan membaca dan mengkaji sendiri tulisan penggalinya,
karya politik klasik : Lahirnya Pancasila, pidato Bung Karno di muka
Panitia Persiapan Kemerdekaan, 1 Juni 1945.
Dalam perjalanannya, Pancasila memang kerap kali mendapatkan kritik dari masyarakat dengan melayangkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperdebatkan ‘keabsahan’ Pancasila sebagai sebuah ideologi Indonesia. Seperti munculnya gagasan diberlakukannya federalisme dalam sistem kenegaraan Indonesia, fenomena munculnya kembali partai-partai politik, organisasi massa dan organisasi kepemudaan yang memakai asas di luar Pancasila dalam menjalankan aktivitas administrasi dan organisasinya. Berbagai bentuk penyelewengan atas Pancasila tidak harus dimaknai sebagai sebuah alasan untuk menggantikan ideologi suatu negara. Penyelewengan adalah bukti ketidakseriusan pengelola negara dalam menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itulah sebabnya, agar berbagai penyelewengan atas Pancasila dapat diminimalisir, maka sudah saatnya Pancasila didudukkan kembali menjadi ideologi terbuka yang harus terus menerus disempurnakan sehingga pada akhirnya selalu ‘up to date’ untuk menjawab persoalan yang timbul di negara Indonesia.
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan perlunya aktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja terwujud karena Pancasila itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya, yaitu: Kesatuan/Persatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi. Kelima prinsip inilah yang merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan sebuah masyarakat, bangsa dan personal-personal di dalamnya.
Menata sebuah negara itu membutuhkan suatu konsensus bersama sebagai alat lalu lintas kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa konsensus tersebut, masyarakat akan memberlakukan hidup bebas tanpa menghiraukan aturan main yang telah disepakati. Ketika Pancasila telah disepakati bersama sebagai sebuah konsensus, maka Pancasila berperan sebagai payung hukum dan tata nilai prinsipil dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Dan sebagai ideologi yang dikenal oleh masyarakat internasional, Pancasila juga mengalami tantangan-tantangan dari pihak luar/asing. Hal ini akan menentukan apakah Pancasila mampu bertahan sebagai ideologi atau berakhir seperti dalam perkiraan David P. Apter dalam pemikirannya “The End of Idiology”. Pancasila merupakan hasil galian dari nilai-nilai sejarah bangsa Indonesia sendiri dan berwujud lima butir mutiara kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu religius monotheis, humanis universal, nasionalis patriotis yang berkesatuan dalam keberagaman, demokrasi dalam musyawarah mufakat dan yang berkeadilan sosial.
Dengan demikian Pancasila bukanlah imitasi dari ideologi negara lain, tetapi mencerminkan nilai amanat penderitaan rakyat dan kejayaan leluhur bangsa. Keampuhan Pancasila sebagai ideologi tergantung pada kesadaran, pemahaman dan pengamalan para pendukungnya. Pancasila selayaknya tetap bertahan sebagai ideologi terbuka yang tidak bersifat doktriner ketat. Nilai dasarnya tetap dipertahankan, namun nilai praktisnya harus bersifat fleksibel. Ketahanan ideologi Pancasila harus menjadi bagian misi bangsa Indonesia dengan keterbukaannya tersebut.
Pada akhirnya, semoga seluruh bangsa dan negara Indonesia serta Pancasila sebagai ideologinya akan tetap bertahan dan tidak goyah meskipun dihantam badai globalisasi dan modernisme. Sebagai generasi penerus, marilah kita menjaga Indonesia dan Pancasila agar saling berdampingan dan tetap utuh hingga anak cucu kita nantinya sebagai penerus kelangsungan negara ini.
Pancasila akan tetap menjadi satu-satunya ideologi bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada ideologi lain yang cocok dan mampu menjadi pemersatu bangsa selain Pancasila. Untuk itu, setiap warga negara hendaknya selalu mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Siapapun tidak boleh berpikir mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain, karena ideologi Pancasila telah mutlak sabagai ideologi bangsa.

FUNGSI RAGAM BAHASA BAKU DAN NON BAKU DALAM BAHASA INDONESIA

I. PENDAHULUAN

Bahasa merupakan salah satu alat untuk mengadakan interaksi terhadap manusia yang lain. Jadi bahasa tersebut tidak dapat dipisahkan dengan manusia. Dengan adanya bahasa kita kita dapat berhubungan dengan masyarakat lain yang akhirnya melahirkan komunikasi dalam masyarakat. Bahasa Indonesia mempunyai sebuah aturan yang baku dalam pengguanaanya, namun dalam prakteknya sering terjadi penyimpangan dari aturan yang baku tersebut. Kata-kata yang menyimpang disebut kata non baku. Hal ini terjadi salah satu penyebabnya adalah faktor lingkungan. Faktor ini mengakibabkan daerah yang satu berdialek berbeda dengan dialek didaerah yang lain, walaupun bahasa yang digunakannya terhadap bahasa Indonesia. Saat kita mempergunakan bahasa Indonesia perlu diperhatikan situasi dan kondisinya. kapan kita memakai ragam bahasa baku dan kapan kita memakai bahasa yang komunikatif. Ragam bahasa baku dipakai apabila pada situasi resmi, ilmiah. Tetapi ragam bahasa non baku dipakai pada situasi santai dengan keluarga, teman, dan di pasar, tulisan pribadi, buku harian. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan penggunaan ragam bahasa baku dan bukan baku dalam kehidupan sehari-hari.


II. PEMBAHASAN
2.1 Ragam baku dan tidak baku
Pada dasarnya ragam tulisan dan ragam lisan terdiri pula atas ragam baku dan ragam tidak baku. Ragam baku adalah ragam yang dilembagakan atau diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakaiannya sebagai bahasa resmi dan sebagai kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. Ragam tidak baku adalah ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh cirri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku. Ragam baku itu memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a) Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan Kidah bahasa. Kalau kata ‘rasa’ dibubuhi awalah ‘per-‘ akan terbentuk kata perasa. Oleh karena itu, menurut kemantapan bahasa, kata rajin dibubuhi pe- akan menjadi perajin. Bukan pengrajin. Bentuk-bentuk lepas tangan, lepas pantai, lepas landas merupakan contoh dari kemantapan kaidah bahsa baku. Sedangkan dinamis artinya tidak statis, tidak kaku,. Bahasa baku tidak menghendaki adanya bentuk mati. Kata langganan mempunyai makna ganda yaitu orang yang berlangganan. Dalam hal ini, tokohnya disebut langganan dan orang yang berlangganan itu disebut pelanggan.
b) Cendekia
Ragam baku bersifat cendekia karena ragam baku dipakai pada tempat-tempat resmi. Pewujud ragam baku ini adalah orang-orang yang terpelajar. Hal ini dimungkinkan oleh pembinaan dan pengembangan bahasa lebih banyak melalui jalur pendidikan fotrmal (sekolah). Disamping itu, ragam bahasa baku dapat dengan tepat memberikan gambaran apa yang ada dalam otak pembicara atau penulis. Selanjutnya, ragam baku dapat memberikan gambaran yang jelas dalam otak pendengar atau pembaca. Contoh kalimat yang tidak cendekia adalah sebagai berikut : rumah sang jutawan yang aneh akan dijual. Frase rumah sang jutawan yang aneh mengandung konsep ganda, yaitu rumahnya yang aneh atau sang jutawan yang aneh. Dengan demikian kalimat itu tidak memberikan informasi yang jelas. Agar menjadi cendekia kalimat tersebut harus diperbaiki sebagai berikut : rumah aneh milik sang jutawan akan dijual atau rumah milik sang jutawan aneh akan dijual.
c) Seragam
Ragam baku bersifat seragam. Pada hakikatnya, proses pembekuan bahasa ialah proses penyeragaman bahasa. Dengan kata lain, pembakuan bahasa adalah pancaran titik-titik keseragaman. Pelayan kapal terbang dianjurkan untuk memakai istilah pramuniagara dan pramuniagari andaikata ada orang yang mengusulkan bahwa pelayan kapal terbang disebut steward dan stewardes dan penyerapan itu seragam, kata itu menjadi ragam baku. Akan tetapi, kata steward dan steward3es sampai saat ini tidak disepakati untuk dipakai. Yang timbul dalam masyarakat ialah pramuniagara dan pramuniagari.

2.2 Fungsi Bahasa Baku
Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut:
1. pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
2. pemeberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembedadengan pemakaian bahasa lainnya.
3. pembawa kewibawaan, pemakaian bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan pemakainya.
4. kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolak ukur bagi benar tidaknya bahasa seseorang atau sekelompok orang.

2.3 Ciri-Ciri Bahasa Baku
Bahasa baku memiliki cirri-ciri berikut:
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah
Baku : saya, merasakan, ayah, dimantapkan.
Tidak baku : gue, ngrasa, bokap, dimantapin.
2. Tidak dipenagruhi bahasa asing
Baku: banyak guru, itu benar, kesempatan lain.
Tidak baku: banyak guru-guru, itu adalah benar, lain kesempatan.
3. Bukan merupakan bahasa percakapan
Baku : bagaimana, begitu, tidak, menelpon.
Tidak baku : gimana, gitu, nggak, nelpon.
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit
Baku : ia mendengarkan radio, anak itu menangis, kami bermain bola di lapangan.
Tidak baku : ia dengarkan radio, anak itu nangis, kami main bola di lapangan.
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat
Baku : sehubungan dengan, terdiri atas/dari, seorang pasien, dan lain sebagainya, siapa namamu?
Tidak baku : sehubungan, terdiri, seseorang pasien, dan sebagainya, siapa namanya?
6. Tidak mengandung makna ganda, tidak rancu
Baku: menghemat waktu, mengatasi berbagai ketinggalan.
Tidak baku: mempersingkat waktu, mengejar ketinggalan.
7. Tidak mengandung arti pleonasme
Baku : para juri, mundur, pada zaman dahulu, hadirin.
Tidak baku : para juri-juri, mundur ke belakang, pada zaman dahulu kala, para hadirin.
8. Tidak mengandung hiperkorek
Baku : khusus, sabtu, syah, masyarakat, akhir.
Tidak baku : husus, saptu, masarakat, ahir.


III. SIMPULAN

Ragam bahasa baku itu merupakan ragam bahasa yang standar, bersifat formal. Tuntutan untuk menggunakan ragam bahasa seperti ini biasa ditemukan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat formal, dalam tulisan-tulisan ilmiah (makalah, skripsi, tesis, disertasi), percakapan dengan pihak yang berstatus akademis yang lebih tinggi, dan sebagainya.
Sementara untuk ragam bahasa non baku biasa digunakan dalam acara-acara non formal atau santai.

Jumat, 29 Oktober 2010

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN EVISIENSI ORGANISASI

A. .Pada kasus 1,
Etzioni (1982:54) mengemukakan bahwa “efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.
Dari aspek efektivitas menurut saya instasi tersebut belum efektif dikarenakan perusahaa trsebut belum menjalankan visi-misi organisasi yang terpampang dengan jelas terpampang di loby kantor, yakni pelayanan dilakukan secara cepat, murah dan baik. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan, yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat mengeluhkan pelayanan yang buruk Pada jam-jam sibuk, seperti proses perijinan yang lamban, ada biaya ekstra, dan petugas yang tidak simpatik, hal ini lah yang menyebabkan para pelanggan mengeluh.
Dalam aspek efisiensi intansi ini kurang efisien, kita lihat dari jumlah pekerja dan pelanggan yaitu 105 orang pekerja dan 300 orang pelanggan sudah sebanding, tidak perlu lagi ada penambahan pekerja, apa lagi pada tahun depan dari 20%anggaran tahun ini sebagian di gunakan untuk menambah pekerja, seharusnya anggaran tersebut digunakan untuk tujuan penambahan sarana prasarana seperti penambahan loket, agar pelanggan tidak mengantri terlalu lama, dan pengawasan yang lebih ketat pada pegawai yang sudah, ada agar tidak terjadi pungli, kalau perlu ada reward untuk pegawai yang berprestasi, agar mereka lebih bersemangat dalam pekerjaannya.


B. Pada kasus 2
Dilihat dari aspek efektivitas, Bank tersebut sudah bisa dikatakan mencapai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran, hal ini dapat dibuktikan dengan memperolehnya Bank swasta tersebut kinerja yang sangat baik dan meningkatnya jumlah nasabah 20% pada tahun ke dua dari tahun sebelumnya.
Dilihat dari aspek efisiensi, langkah yang diambil pimpinan tersebut sangat tepat untuk tidak menyetujui saran manajer pemasaran, untuk menambah pegawai 2% dari pegawai yang sudah ada, hal ini dikarenakan pimpinan berpikir kalau rasio jumlah pegawai dan rasio jumlah masih relevan atau work load masih bisa diatasi. Rencana pimpinan untuk menambah hotline servis juga sangat tepat, hal ini bisa mengurangi biaya untuk gaji pegawai, karena tidak perlu lagi menambah jumlah pegawai, selain itu rencana produk pelayanan, yang tidak mengharuskan proses transaksi di lakukan secara face to face, akan menhemat biaya dan waktu, nasabah tidak lagi harus datang ke Bank untuk melakukan transaksi, karena transaksi bisa di lakukan dengan internet. Dengan pelayanan itu semua kepuasan pelanggan dapat terwujud yang berpengaruh semakin meningkatnya jumlah nasabah, jumlah karyawan pun relative tetap dan semakin baiknya sarana prasarana.

CONTOH ORGANISASI BISNIS

TUGAS TEORI ORGANISASI dan ADMINISTRASI
CONTOHORGANISASI (BISNIS)

Perseroan Terbatas / PT. Bangun Cipta Kontraktor
Perseroan terbatas adalah organisasi bisnis yang memiliki badan hukum resmi yang dimiliki oleh minimal dua orang dengan tanggung jawab yang hanya berlaku pada perusahaan tanpa melibatkan harta pribadi atau perseorangan yang ada di dalamnya. Di dalam PT pemilik modal tidak harus memimpin perusahaan, karena dapat menunjuk orang lain di luar pemilik modal untuk menjadi pimpinan. Untuk mendirikan PT / persoroan terbatas dibutuhkan sejumlah modal minimal dalam jumlah tertentu dan berbagai persyaratan lainnya.

STRUKTUR ORGANISASI PT. Bangun Cipta Kontraktor:



Batasan-batasan dalam PT :

- kewajiban terbatas pada modal tanpa melibatkan harta pribadi
- modal dan ukuran perusahaan besar
- kelangsungan hidup perusahaan PT ada di tangan pemilik saham
- dapat dipimpin oleh orang yang tidak memiliki bagian saham
- kepemilikan mudah berpindah tangan
- mudah mencari tenaga kerja untuk karyawan / pegawai
- keuntungan dibagikan kepada pemilik modal / saham dalam bentuk dividen
- kekuatan dewan direksi lebih besar daripada kekuatan pemegang saham
- sulit untuk membubarkan pt
- pajak berganda pada pajak penghasilan / pph dan pajak deviden


Paradigm Aliran Klasik, Modern, Post-modern dalam Study Organisasi

• AliranKlasik

Teori-teori organisasi klasik adalah teori-teori yang berkembang di akhir abad ke-18, pada periode yang sering di subut Revolusi Industri.Berdasarkan pengamatan yang ada, perkembangan teori organisasi tidak lepas dari faktor lingkungan, yang meliputi aspek teknologi, system sosial, budaya, dan demografi (persebaran fisik manusia).terutama yang paling mendasar disini adalah teknonologi. Ini dapat dibuktikan dari proses lahirnya perspektif klasik. Perespektif ini berkembang pada periode perubahan teknologi di masa revolusi industri,yaitu di mulai di inggris pada sekitar akhir abad ke-18. Pada masa inilah apa yang di sebut ‘organisasi’ dalam pengertian modern mulai berkembang.

• AliranModern
Teori-teori organisasi modern adalah kelanjutan dari pemikiran-pemikiran era klasik.Namun dilihat dari sisi yang lain, mereka adalah keteraturan dan cara kerja alam (nature), khususnya dari aspek biologis. Sementara itu, pemikir-pemikir klasik umum terinspirasi oleh aspek fisika. Dari sisi ilmu fisika, pemikiran Newton melihat bahwa alam semesta dapat diasumsikan sebuah mesin, seperti jam raksasa, yang bekerja melalui prinsip-prinsip keteraturan tertentu sehingga tidak terjadi kekacauan atau tabrakan satu sama lain. Gagasan keteraturan ini dikembangkan oleh pemikir-pemikir klasik dengan metafora organisasi sebagai ‘mesin’ yang bekerja secara efektif dan efisien.
• AliranPost-modern

Tidak mudah untuk memahami memahami pemikiran –pemikiran post-modern, terutama jika kita masih terikat pada pemikiran klasik dan modern. Kecenderungan pemikir-pemikir post-modern adalah membalikkan asumsi-asumsi dasar dari pemikir-pemikir sebelumnya. Hal yang paling mendasar tentunya adalah keteraturan. Inilah yang berbeda dari perspektif post-modern. Mereka sengaja mengabaikan konsep keteraturan itu, termasuk dalam teori organisasi. Tujuannya adalah memperlihatkan realitas yang lebih kompleks, di mana kebenaran yang satu bisa bersanding dengan kebenaran yang lain meskipun keduanya tidak sama.


Tokoh-tokoh dan Pemikiran Dalam Paradigma Aliran Klasik, Modern, dan Post-modern

 Adam Smith (1776), Tokoh Paradigma aliran Klasik

Terhadap teori organisasi (klasik), sumbangan terpenting Adam Smith adalah pengamatan dan analisisnya tentang efisiensi organisasi melalui konsep pembagian kerja (devision of labour).Dalam bukunya Welth of Nations, ia menggambarkan dan menganalisis teknik produksi pada sebuah pabrik pembuat pin (peniti). Ini merupakan wacana ilmiah pertama yang menjelaskan cara melakukan diferensiasi dan pembagian tugas di dalam organisasi. Pemahaman terhadap pembagian kerjas pecialisasi ini meletakkan dasar pertama dari organisasi dalampengertian modern.

 Herbert Simon (1945, 1958), TokohParadigmaaliran Modern

Menurut Herbert and Gullet bahwa yang dimaksud dengan pengorganisasian merupakan proses yang manstruktur suatu organisasi dibuat dan ditegakan. Proses ini meliputi ketentuan dari kegiatan-kegiatan yang spesifik yang perlu untukmenyelesaikan semua sasaran organisasi, pengelompokan kegiatan tersebut berkaitan dengan susunan yang logis, dan tugas dari kelompok kegiatan ini bagi suatu jabatan atau orang yang bertanggungjawab.

 Daniel Bell (1973) dalam bukunyaThe Coming of Post-Industrial Society, TokohPAradigmaAliran Post-Modern

1. Penciptaan pengetahuan (knowledge creation) dan penggunaan informasi makin penting Bell meramalkan jumlah pekerja sektor manufaktur berkurang, sementara sector jasa meningkat. Utamanya adalah kaum professional dan teknis (knowledge worker). Oleh karena itu, periode ini dapat adalah abad informasi.
2. Batas-batas antar organisasi dan lingkungan cenderung makin susah untukdipertahankan. Organisasi-organisasi yang ada cenderung membentuk joint-venture aliansi strategis, dan virtual organizations.
3. Batas-batas antara unit-unit atau departemen dalam suatu organisasi juga cenderung makin kabur. Pendekatan yang lebih umum digunakan adalah kolaborasi dalam tim-tim ad hoc yang bersifat lintas bidang dan lintas disiplin, sedemikian rupa untuk memacu learning dan mengikuti cepatnya perubahan.
4. Kehidupan dalam organisasi ditandai oleh ketidak pastian (uncertainty) yang makin besar, kontradiksi, dan paradox. Iniberal berlawanan dengan tipikal organisasi era industry yang stabil, rutin, dan terikat pada tradisi.


Pengertian pendekatan Metafora dalam Study Organisasi
Metafora adalah perumpamaan atau pemisalan, di mana kita mengambil suatu objek sebagai sarana untuk menjelaskan objek lain. Misalnya, seseorang terlihat berwibawa, agak menakutkan, dan bertubuhbesar.Lalu kita mengatakan, “orang itu seperti singa!” ini adalah metafora.
Penjelasan mengenai metafora-metafora teori organisasi di sini sekedar tambahan untuk lebih memahami teori organisasi, dan tidak dimaksudkan untuk membatasi.Tidak pula ingin menunjukkan mana di antara metafora-metafora itu yang paling “benar”..
Contoh metafora dalam organisasi :
Teori organisasi adalah kolase

Kolase adalah semacam karya seni, biasanya dibuat dari kepingan-kepingan benda (bias kertas, kain, batu, kerang, kayu, dan lain-lain) yang ditempel satu sama lain, sehingga membentuk citra tersendiri yang sama sekali baru atau mengandung gagasan artistik tertentu. Ini adalah metafora milik pendekatan post-modern. Perhatikan bahwa mereka tidak merujuk pada “organisasi” melainkan teori organisasi. Perspektif post-modern memang lebih mengedepankan organisasi sebagai teks, naratif, atau wacana (discource), bukan suatu entitas konkret yang dapat diraba. Oleh karena itu, mereka mengibaratkan teori organisasi sebagai semacam kolase, yaitu kepingan-kepingan dari berbagai sudut pandang, dan disajikan untuk maksud atau tujuan tertentu.Tentu saja, umumnya mereka ingin mengkritisi dan “membongkar” secara personal asumsi-asumsi dasar yang masih membayangi persepsi tentang organisasi.Administrator dan manajer di sini mungkin diibaratkan seniman yang menyusun dan mengolah berbagai informasi dan teori, untuk kemudian menyusunnya secara artistic dalam menggambarkan situasi yang paradox dan kontradiktif.

SEJARAH RINGKAS PERPAJAKAN DI INDONESIA

A. SEJARAH AWAL

Pada masa kerajaan dahulu telah ada pungutan seperti pajak. Namun, pungutan seperti itu dipersembahkan kepada raja sebagai wujud rasa hormat dan upeti kepada raja, yang disampaikan rakyat di wilayah kerajaan maupun di wilayah jajahan, figur raja dalam hal ini dapat dipandang sebagi manifestasi dari kekuasaan tunggal kerajaan (negara).
Salah bukti tertulis tentang Telah adanya pajak di Indonesia jauh sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nations. (1776) dan sekaligus membuktikan bahwa “raja-raja Jawa” telah mengenal dan memanfaatkan fungsi regulerend pajak yakni adanya pembahasan pajak(tax holiday). Adalah penemuan prasasti pada permulaan tahun 1992 di suatu desa d bojonegoro, jawa timur . temuan tersebut berupa 17 lempengan tembaga berukuran panjang 37,5 cm,lebar 12 cm dan tebal 0,4 cm., dan merupakan piagam yang di keluarkan oleh raja Majapahit pert6ama, yakni Kertarajasa Jayawardhana pada tahun 1301 Masehi. Pagam tersebut berisikan pembebasan pajak sebuah desa yantg bernama Adan-Adean. Desa itu ditetapkan sebagai desa perdikam yang bebas pajak dan diberikan kepada Rajarsi, yakni pejabat yang telah berjasa kepada raja dan Negara.
Secara jelas dalan prasasti terseburt tertulis mengapa desa Adan-ADan dibebaskan dari pajak Negara. Pertama karena Rajarsi telah berjasa kepada raja di saat raja mendapat kesusahan. Kedua, Rajarsi dan seluruh desa Adan-ADan memperlihatkan laku bakti dan susila di saat raja sedang menerima penderitaan. Terakhir, Rajarsi dan rakyatnya telah menjalankan ibadah agama dengan baik.

B. ZAMAN HINDIA BELANDA
Dewasa ini hamper seluruh Negara di dunia telsh mengakui bahwa pajak dari waktu ke waktu telah menjadi sumber ytama penerimaan Negara, dan bahwa pajak adalah alat utama untuk membiayai kegiatan pemerintahan . disamping itu, pajak sebagai bagian utama dari kebijakan fiscal (fiscal policy), telah di jadikan pemerintah sebagai alat mencapai tujuan-tujuan di bidang ekonomi, budaya dan social.
Di indonesia, berbagai pungutan baik dalam bentuk natura (payment in kind), kerja paksa maupun dengan uang dan upeti telah lama dikenal. Pungutan dan beban rakyat Indonesia semakin terasa besarnya, terutama sesudah berdirinya VOC tahun 1602, dan dilanjutkan dengan pemerintahan colonial Belanda. Pada zaman Raffles (1813) dikenal pajak bumi (land rent) dan pajak atas rumah. Salah satu beban rakyat yang berat adalah pungutan pada masa kultur stelsel sebagaimana dikemukakan oleh Tobias Soebekti :
The European rulers were driven by theiy need for money to impose heavy levies on the people. The climax was reached with the enforcement of the”culture system” which was introduced by governor General van den bosh in 1830 and which lasted until the end of nineteenth century.”
Sampai awal abad XX, pajak yang di tarik dari penduduk pribumi mencapai sekitar 60% dari keseluruhan penghasilan Hindia Belanda. Pada masaini penduduk Eropa hanya membayar pajak 7% atas pendapatannya, sedangkan penduduk ppribumi mencapai 19-25%. Ini benar-benar merupakan beban yang sangat berat bagi penduduk pribumi. Beban yang di timpakan kepada rakyakyat untuk memberatkan dan sewenang-wenang ini telah mendorong masyarakat untuk melakukan berbagai “evaluasi” terhadap system dan landasan pembenaran pemungutan pajak yang dipaksakan itu. Gugatan terhadap landasan pembenaran pemungutan pajak yang dipaksakan itu. Gugatan terhadap landasan pembenaran pemungutan pajak ini diekspresikan dengan berbagai bentuknya,. Sebagian dan dalam kasus-kasus tertentu telah melahirkan sikap gugatan dan protes yang radikal dan eksplosifseperti pemberontakan, sebagian lain mencari benteuk protes yang lebih moderat sepereti yang dilakukan gerakan Saminisme di Jawa Tengah dan di beberapa daerah lainnya seperti di Banten. Pada masa itu tidaklah berlebihan jika persoalan pajak merupakan seb ab utama gerakan protes para petani dan tempat-tempat lainnya. Menurut perkiraan para ahli sejarah dalam waktu 78 tahun (1830-1908) pemberontakan petani di pulau jawa terjadi lebih dari 100 kali. Salah satu contohnya adalah gerakan Samin yang berlangsung di Jawa Tengah pada permulaan Abad XX pada tahun 1923 dikeluarkan ordonansi yang mengatur pajak verponding sebagai permulaan pajak property secara individu, dikenakan atas orang Eropa yang tercatat sebagai pemilik tanah yang tunduk pada hukum barat, pada tahun 1928, pemerintah menerapkannya pada penduduk Indonesia yang memiliki tanah (urbande land), dimana merupakan tanah adat yang tunduk pada hokum barat..
Sejarah pengenaan Pajak Penghasilan di Indonesia dimulai dengan adanya tenement tax (huistaks) pada tahun 1816, yakni sejenis pajak yang dikenakan sebagai sewa terhadap mereka yang menggunakan bumi sebagai tempat berdirinya rumah atau bangunan. Pada periode sampai dengan tuhun 1908 terdapat perbedaan perlakuan perpajakan antara penduduk pribumi dengan orang Asia dan orang Eropa, dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa terdapat banyak perbedaan dan tidak ada uniformitas dalam perlakuan perpajakan Tercatat beberapa jenis pajak yang hanya diperlakukan kepada orang Eropa seperti “patent duty”. sebaliknya business tax atau bedrijfsbelasting untuk orang pribumi. Di samping itu, sejak tahun 1882 sampai tahun 1916 dikenal adanya Poll Tax yang pengenaannya berdasarkan status pribadi, pemilikan rumah dan tanah.

Pada tahun 1908 terdapat Ordonansi Pajak Pendapatan yang diperlakukan untuk orang Eropa, dan badan-badan yang melakukan usaha bisnis tanpa memperhatikan kebangsaan pemegang sahamnya. Dasar pengenaan pajaknya penghasilan yang berasal dari barang bergerak maupun barang tak gerak, penghasilan dari usaha, penghasilan pejabat pemerintah, pensiun dan pembayaran berkala. Tarifnya bersifat proporsional dari 1%, 2% dan 3% atas dasar kriteria tertentu.

Selanjutnya, tahun 1920 dianggap sebagai tahun unifikasi, dimana dualistik yang selama ini ada, dihilangkan dengan diperkenalkannya General Income Tax yakni Ordonansi Pajak Pendapatan Yang Dibaharui tahun 1920 (Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting 1920, Staatsblad 1920 1921, No.312) yang berlaku baik bagi penduduk pribumi, orang Asia maupun orang Eropa. Dalam Ordonansi Pajak Pendapatan ini telah diterapkan asas-asas pajak penghasilan yakni asas keadilan domisili dan [[asas sumber]].

Karena desakan kebutuhan dengan makin banyaknya perusahaan yang didirikan di Indonesia seperti perkebunan-perkebunan (ondememing), pada tahun 1925 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Perseroan tahun 1925 (Ordonantie op de Vennootschapbelasting) yakni pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan, yang terkenal dengan nama PPs (Pajak Perseroan). Ordonansi ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Psnibahan dan Penyempurnaan Tatacara Pcmungiitan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan tahun 1925 yang dalam praktck lebih dikenal dengan UU MPO dan MPS. Perubahan penting lainnya adalah dengan UU No. 8 tahun 1970 dimana fungsi pajak mengatur/regulerend dimasukkan ke dalam Ordonansi PPs 1925., khususnya tentang ketentuan “tax holiday”. Ordonasi PPs 1925 berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni pada saat diadakannya tax reform, Pada awal tahun 1925-an yakni dengan mulai berlakunya Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dan dengan perkembangan pajak pendapatan di Negeri Belanda, maka timbul kebutuhan untuk merevisi Ordonansi Pajak Pendapatan 1920, yakni dengan ditetapkannnya Ordonasi Pajak Pendapatan tahun 1932 (Ordonantie op de Incomstenbelasting 1932, Staatsblad 1932, No.111) yang dikenakan kepada orang pribadi (Personal Income Tax). Asas-asas pajak penghasilan telah diterapkan kepada penduduk Indonesia; kepada bukan penduduk Indonesia hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang dihasilkannnya di Indonesia; Ordonansi ini juga telah mengenal asas sumber dan asas domisili.

Dengan makin banyak perusahaan-perusahaan di Indonesia, maka kebutuhan akan mengenakan pajak terhadap pendapatan karyawan perusahaan muncul. Maka pada tahun 1935 ditetapkanlah Ordonansi Pajak Pajak Upah (loonbelasting) yang memberi kewajiban kepada majikan untuk memotong Pajak Upah/gaji pegawai yang mempunyai tarif progresif dari 0% sampai dengan 15%. Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan). Dengan UU Nomor 21 tahun 1957 nama Pajak Peralihan diganti dengan nama Pajak Pendapatan tahun 1944 yang disingkat dengan Ord. PPd. 1944. Pajak Pendapatan sendiri disingkat dengan PPd. Saja. Ord. PPd. 1944 setelah beberapa kali mengalami perubahan terutama dengan perubahan tahun 1968 yakni dengan adanya UU No. 8 tahun 1968 tentang Perubahan dan Penyempurnaan Tatacara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932 dan Pajak Perseroan 1925, yang lebih terkenal dengan “UU MPO dan MPS”. Perubahan lainnya adalah dengan UU No. 9 tahun 1970 yang berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 1983, yakni dengan diadakannya tax reform di Indonesia.

C. ERA PROKLAMASI TAHUN 1945-1967


Landasan hukum adalah acuan hukum dasar yang menguatkan dilakukannya suatu kegiatan atau yang melandasi pelaksanaan suatu kebijakan. Ada landasan hukum yang bersumber dari hukum dasar, yaitu UUD 1945.
Official Assessment System,Sistem ini dilaksanakan sampai dengan tahun 1967. Official Assessment System adalah suatu cara pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada pemungut pajak (fiscus). Dalam hal ini Dirjen Pajak
Ordonansi (pajak yang dikenakan tethadap laba perseroan) telah mengalami beberapa kali perubahan dan penyempurnaan antara lain dengan UU No. 8 tahun 1967 tentang Penisbahan dan Penyempurnaan Tatacara Pcmungutan Pajak Pendapatan 1944.Pada zaman Perang Dunia II diperlakukan Oorlogsbelasting (Pajak Perang) menggantikan ordonansi yang ada dan pada tahun 1946 diganti dengan nama Overgangsbelasting (Pajak Peralihan).
. Ordonansi Rumah Tangga(Stbl.1908 No.13). Aturan Bea Meterai (Stbl 1921 No.498). Ordonansi Bea Balik Nama (Stbl 1924 No 291). Ordonansi Pajak Kekayaan (Stbl 1932 N0.405). Ordonansi Pajak Kendaraan Bermotor (Stbl 1934 No 718). Ordonansi Pajak Upah (Stbl 1934 No.611). Ordonansi Pajak Potong (Stbl 1936 No 671). Ordonansi Pajak Pendapatan (Stbl 1944 No 17). Undang-undang Pajak radio ( UU No 12 Th 1947). Undang-undang Pajak Pembangunan I ( UU No 14 Th 1947). Undang-undang Pajak Peredaran ( UU No 12 Th 1952)

D. ERA TAHUN 1967 – 1983

Reformasi undang-undang perpajakan Th 1983 pemerintah dengan DPR mencabut UU yang ada dan meng-undangkan 5 paket undang-undang perpajakan yang baru, yaitu
1. UU No 6 Th 1983 Ttg Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)
2. UU No 7 Th 1983 Ttg Pajak Penghasilan (PPh)
3. UUNo 8 Th 1983 Ttg Pajak Pertambahan Nilai atas Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
4. UU No 12 Th 1983 Ttg Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 5. UU No 13 Th 1985 Ttg Bea Meterai (BM)
Misal, Undang-undang RI tahun nmr 6 thn 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan :
1. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Staatsblad Tahun 1925 Nomor 319) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2940);
2. Ordonansi Pajak Pendapatan, 1944 (Staatsblad Tahun 1944 Nomor 17) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Ordonansi Pajak Pendapatan 1944 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2941)
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1967 tentang Perubahan dan Penyempurnaan, Tata Cara Pemungutan Pajak Pendapatan 1944, Pajak Kekayaan 1932, dan Pajak Perseroan 1925 (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 18, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2827); kecuali ketentuan-ketentuan mengenai tata cara pemungutan Pajak Kekayaan;
4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1970 tentang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalti 1970 (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2942)

E. ERA TAHUN 1983 – 2007

Tahun 1994, empat Undang-undang, mengalami perubahan, yaitu :
1. Undang-Undang No 6 Tahun 1983 dengan Undang-undang No 9 Tahunh 1994.
2. Undang-Undang No 7 Tahun 1983 dengan Undang-undang No 10 Tahun 1994.
3. Undang-Undang No 8 Tahun 1983 dengan Undang-undang No 11 Tahun 1994.
4. Undang-Undang No 12 Tahun 1983 dengan Undang-undang No 12 Tahun 1994
Perubahan dan Penerbitan UU pada Thn 1997
1. Undang-Undang No 17 Tahun 1997 Tentangg Badan Penyelesaian Sengketa Pajak
2. Undang-Undang No 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
3. Undang-Undang No 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
4. Undang-Undang No 20 Tahun 1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak
5. Undang-Undang No 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan.
Alasan Perubahan .
Adanya perkembangan ekonomi dan masyarakat yang terus menerus dan dalam rangka memberikan rasa keadilan dan meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak, pada tahun 2000 kembali pemerintah mengadakan perubahan terhadap Udang –undang perpajakan yang dibuat pada th 1983, yang selengkapnya sebagai berikut :
1. Undang-Undang No 16 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dgn UU No 9 th 1994
2. Undang-Undang No 17 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No 7 Tahun 1983 sebagaimana tlah dirubah dgn UU No 10 Tahun 1994
3. Undang-Undang No 18 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No 8 Tahun 1983 sebagaimana telah dirubah dg UU No 11 Tahun 1994
4. Undang-Undang No 19 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No 19 Tahun 1997
5. Undang-Undang No 21 Tahun 2000 mengenai perubahan atas Undang-Undang No 21 Tahun 1997

F. ERA TAHUN 2007 – sekarang

Undang-Undang RI no 28 tahun 2007 perubahan ketiga atas Undang-Undang nomor 6 tahun 1983
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) yang telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang:

a. Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3566);

b. Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984),
diubah sebagai berikut:
Pasal 1, merupakan penjelasan dari : Pajak, Wajib Pajak, Badan, Pengusaha, Pengusaha Kena Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak, Masa Pajak, Tahun Pajak, Bagian Tahun Pajak, Pajak yang terutang, Surat PemberitahuanSurat Pemberitahuan Masa, Surat Pemberitahuan Tahunan, Surat Setoran Pajak, Surat ketetapan pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Tagihan Pajak, Surat Paksa, Kredit Pajak, Kredit Pajak, Pekerjaan bebas, Pemeriksaan, Bukti Permulaan, Pemeriksaan Bukti Permulaan, Penanggung Pajak, Pembukuan, Penelitian, Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, Penyidik, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Putusan Gugatan, Putusan Peninjauan Kembali, Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, Tanggal dikirim, dan Tanggal diterima.
Pasal 2,mengenai wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif, Wajib Pajak sebagai Pengusaha dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya, Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak, dll.
Undang Undang Pajak Penghasilan 2008 resmi diundangkan pada tanggal 23 September 2008 (UU PPh nomor 36 tahun 2008). UU ini mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009.
Ada lima beleid penting dalam UU PPh yang baru ini. Kelimanya adalah (1) perubahan jumlah penghasilan tidak kena pajak, (2) insentif bagi sumbangan wajib keagamaan, (3) insentif bagi perusahaan terbuka di bursa efek, (4) insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah berupa potong tarif hingga 50%, serta (5) beberapa poin penerimaan negara bukan pajak (PNBK) yang bisa menjadi objek pajak.
Berikut pokok-pokok pikiran dalam UU PPh yang baru Ini:
1. Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh)
Penurunan tarif PPh dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku di negara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing di dalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP)
a. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi 30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan, namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (income bracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500 juta.
b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan (10%, 15% dan 30%) menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.
Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsip kesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badan yang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengan kriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh sedikitnya 300 pemegang saham. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
c. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif juga diharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM.
2. Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeri dihapus pada 2011. Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak di muka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeribagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layak dihapuskan.
3. . Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2 juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga. Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.
4. Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.
a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.
b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal 22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
5. Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
a. Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial.
b. Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
6. Pengecualian dari objek PPh
a. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahun tidak dikenai pajak.
b. Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidak dikenai pajak.
c. Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tidak dikenai pajak.